Menampilkan 3 Hasil

Bentuk Pemerintahan Campuran

BENTUK PEMERINTAHAN CAMPURAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA: Perspektif Konstitusional
Penulis : Dr. Triwahyuningsih, M.Hum.
ISBN : 978-623-88977-5-9 
Penerbit : Laksbang Akademika
Cetakan I : Mei 2024
Deskripsi : x, 235 hlm.; 16×23 cm.
Harga POD : Rp 103.000,-

Sinopsis

Keistimewaan DIY dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Kewenangan Istimewa DIY berada di Provinsi, dengan demikian mempertahankan pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang berasal dari Sri Sultan Hamengku Buwono yang bertahta sebagai Gubernur dan Sri Paku Alam sebagai Wakil Gubernur melalui penetapan tidak mengubah struktur tata pemerintahan daerah di DIY. Bahwasannya struktur tata pemerintahan daerah di DIY tetap sama dengan pemerintah daerah pada umumnya di Indonesia, di mana pengisian jabatan kepala daerah Kabupaten & Kota melalui pemilihan langsung. Rekognisi Eksistensi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sudah mendapatkan pengakuan dari Negara, baik sebelum maupun setelah kemerdekaan. Pengakuan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dipertegas dengan keluarnya UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Diakhiri dengan uraian tentang penerapan Budaya pemerintahan SATRIYA di Provinsi DIY.

Nalar Agama

NALAR AGAMA: Perspektif Ibn Qayyim Al-Jauziyah Interpretasi Ayat-ayat Kalam Mutasyâbihât
Penulis : Dr. Sujiat Zubaidi
Editor : Dr. Mohammad Muslih
ISBN : 978-623-88977-4-2
Penerbit : Laksbang Akademika
Cetakan I : April 2024
Deskripsi : x, 147 hlm.; 16×23 cm.
Harga POD : Rp 70.000,-

Sinopsis

Dalam epistemologi Islam, akal dan wahyu merupakan sumber pengetahuan yang saling berkaitan. Namun, sering terjadi mengunggulkan salah satu di antara keduanya atau meninggalkan salah satunya. Ibn Qayyim menyeru kaum Muslim untuk segera kembali setepat mungkin meraih ‘kunci’ yang hilang, dengan kembali pada pilar-pilar nalar agama yang tepat. Itu sebabnya obat penawar yang dideskripsikannya adalah dengan kembali ke nilai-nilai transenden secara sistemik dan berimbang.

la mengelaborasi gagasan-gagasan pendahulunya tentang berbagai anasir elementer di dalamnya, guna melakukan interpretasi al-Quran yang purifikatif namun reformatif, guna menumbuhkembangkan progresivitas umat dari stagnasi dan fanatisme. Penafsiran dan pemikirannya yang genuine dan independen ini, memiliki sejumlah konsekuensi terhadap warisan-warisan pemikiran Islam dan penafsiran al-Quran. Bernard Lewis dan J. Schacht menyebutnya sebagai seorang ulama yang sangat “Qur’anic oriented”. Maka, ia senantiasa menekankan agar merujuk pada keselarasan antara wahyu dan akal, sebagaimana yang sering ia ungkapkan: keselarasan antara nas sahih (the authentically transmitted) dan ‘aql sarih (the manifestly rational) secara berimbang. Hal itu ia tunjukkan dalam menginterpretasikan ayat-ayat kalam, ayat-ayat mutasyabihat yang mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding ulama salaf lainnya.